Penutup
“Dalam hidup kita ada sesuatu yang lebih mulia dan lebih tinggi dari pada sekedar ketenaran, sesuatu itu adalah kerja besar yang membawa ketenaran itu. Aku merasakan dalam diriku suatu tenaga yang tersembunyi yang hendak membenahi ketelanjangannnya dengan sebuah pakaian yang indah, yakni kerja besar itu. Inilah yang membuatku merasa bahwa aku datang kedunia ini untuk menuliskan namaku pada wajah kehidupan ini dengan huruf-huruf yang besar. Perasaan ini menyertaiku siang malam. Perasaan inilah yang menyebabkan aku melihat masa depan yang diliputi cahaya dan dilingkari oleh kegairahan dan kemenangan yang telah aku impikan sejak aku berusia lima belas tahun.” Kahlil Gibran.
Aku telah menemukan kata-kata yang menenangkan hatiku, meski kalian anggap itu adalah kata-kata kutukan. Dan lihatlah nanti, kata-kata itu akan menjadi apel emas dalam gambaran perak; kata-kata yang bisa mengalihkan perhatianku jauh dari luka yang aku alami serta mengangkat jiwa dan ruhku dari kematianku. Dan dalam saat-saat yang seperti itu, penghargaan dan cinta untukku akan semakin meningkat.
“Hari ini, kalian akan diberi banyak kesempatan untuk menyetujui atau menentang kata-kataku. Tinggal menunggu waktu dan kalian akan ikut permainan yang aku mainkan.”
Waktuku telah banyak berlalu ketika aku menulis baris-baris kalimat ini, dan waktuku sudah semakin dekat untuk aku pergi. Dan apakah nantinya ada yang akan menggantikanku? Dan aku harap, ada yang melepaskan semua idealis yang kalian miliki sekarang. Agar aku merasa cukup memberi dari yang ingin kusampaikan.
Maka berilah dunia ilham kebaikan, bukan kegilaan atau kematian seperti yang kumainkan. Dan jangan pula seperti aku yang meludahi muka orang lain saat memberikannya. Tentulah akan banyak orang yang membenci. Jangan berpikir kalian pantas di percayai dan dunia memerlukan kalian. Tidak, sekalipun tidak; karena dunia hanya perlu pahlawan sejatinya. Dan pahlawan sejati bukanlah orang yang memutuskan membakar hutan untuk menangkap para panjahat. Namun ialah yang bergerak memasuki hutan dan mencarinya dengan menggunakan akal. Sebab dunia telah lama menantikan kalian melakukan hal yang benar.
“Bukan aku menyakiti kalian karena sikapku. Tapi ku ingin kalian selalu memikirkanku setiap saat dengan menanamkan di dalam diri kalian mutiara, hingga tiba saatnya kalian dapat menyinari tanpa mentari dan berjalan di malam hari tanpa rembulan.
Aku berdoa semoga kedua mata kalian ibarat sihir dan kening kalian laksana pedang buatan India. Milik Allah-lah setiap bulu mata, leher dan kulit yang indah mempesona.
Begitulah, ketika kalian telah seterang mutiara, maka selesai pula urusanku. Dan tak ada gunanya mengurai kembali bangkai zaman dan memutar kembali roda sejarah. Bukankah dalam al-Qur'an, setiap kali usai menerangkan kondisi suatu kaum dan apa saja yang telah mereka lakukan, Allah selalu mengatakan, ‘Itu adalah umat yang lalu’.”
“Secepatnya aku ingin merasakan perasaan yang tak pernah aku rasakan sebelumnya. Suatu citra rasa baru yang dengan tentramnya bersemayam dalam diriku seperti roh yang melayang-layang diatas lautan pada penciptaan dunia. Dan dari rasa itu lahir kebahagiaan. Itulah kehendak Tuhan yang membebaskan diriku dari kungkungan masa muda dan kesendirian. Dan membiarkan diriku berjalan pada prosesi cinta. Cinta adalah satu-satunya kebebasan di dunia. Karena cinta itu membangkitkan semangat yang hukum-hukum kemanusiaan dan gejala-gejala alami pun tak bisa mengubah perjalanannya. Karena cinta adalah salah satu aspreasi terbesar umat manusia. Khalil Jibran
Ubud, Bali
Yayan Birds
Belum ada Komentar
Posting Komentar