Aku Membenci Manusia


Mengapa aku sebagai seorang lelaki, tak bisa memilih jalan hidup yang tak akan ku sesali? Sedang kebenaran telah datang padaku, aku ingin terus berjuang karena berat dan penderitaannya. Bukan dibiarkan seperti ini. Karena aku adalah seekor singa. Agar namaku mampu bertahan dalam keadaan apapun, aku menghendaki musuh yang sama. Aku tak mau jadi mayat yang tak dikenal dengan hanya mengalahkan para domba. Aku juga bukan pelanggar hukum, bagiku semua yang melanggarnya adalah sampah.

“Dalam kehinaan yang Allah timpakan kepadaku saat ini, aku butuh rahmat-Nya.”
Aku malu ketika menyadari diriku hidup di tempat yang di dalamnya banyak pembual kebohongan. Dan aku merasa kesepian ketika aku hanya sendirian membicarakan tentang ilham-Nya; tentang perlakuan baik dan murah hati yang Dia miliki. Tahukah kalian bagaimana sakitnya saat aku mengambil kata-kata agar kebenaran dikatakan?
Dan  mereka  yang  berstatus  Islam  justru  ingin  dikenal  sebagai  orang  jaman sekarang. Mereka tidak bangga dengan Islamnya. Bagi mereka Islam hanyalah sebuah tradisi dari nenek moyangnya. Malah ada yang berani menggadaikan keislamannya dan menghina mereka yang benar-benar menjalankan perintah dalam islam sebagai orang yang ketinggalan zaman. Padahal orang yang membeli kehidupan dunia dengan kehidupan akhirat, tidak akan ditolong dan tak diringankan adzabnya. Dan laknat Allah untuk orang-orang yang ingkar.
“Betapa moral dan kode etik mereka itu seperti lawakan buruk. Kebaikan mereka tergantung situasi. Saat masalah datang, orang-orang itu memakan satu sama lain.”
Bagai Musa yang menyusahkan Fira’un. Perbuatan mereka mengakibatkan sial terhadapku yang bukan pelakunya. Kalau aku mencela, maka bisa terkena ujian (cobaan). Kalau aku  menggunjing mereka, aku berdosa. Dan kalau aku menyetujuinya, maka seolah-olah aku ikut melakukannya.
“Oh, Tuhan, Raja semesta yang memegang tahta! Ku berusaha hindari jauh percikan dosa dengan ceramah melalui Nabi-Mu, karena iblis selamanya berada di belakangku. Oh dia, iblis yang jahat, ibarat angin yang bersayap, ia merampas para umat-Mu. Ku puja Nabi-Mu, sang pembela yang agung! Bakar lah ia para iblis itu. Dan seret turun Iblis si pendusta dari tahta kerajaannya”

***

“DAN ingatlah kawan-kawanku, bahwa banyak di luar sana yang mereka bertahta, berkarya, dan berimajinasi dengan cita dunianya, dengan cita akhiratnya, padahal mereka buta tidak mengenal Tuhannya.
Mereka hidup dalam pencarian Tuhan, yang mereka sendiri salah dalam melabuhkan imannya kepada Tuhan yang sesungguhnya. Mereka terdampar dalam kemusyrikan, dan mereka  berkata bahwa mereka taat kepada Tuhannya, padahal bukanlah Tuhan yang mereka Tuhankan, melainkan tiadalah ada perbedaannya dengannya (baru).
Sungguh pun juga meraka telah keliru karena mengikuti apa yang mereka dapatkan dari nenek moyang mereka. Padahal nenek moyang mereka itu tidak mengetahui apapun dan tidak mendapatkan petunjuk kecuali hanya prasangkaan saja. Hingga mereka terpedaya dalam urusan itu dan oleh apa yang mereka ada-adakan. Namun itulah kepercayaan yang mereka pilih sebagai tempat menyandarkan bahtera kehidupannya dalam memilih Tuhannya.
Dalam sisi lain saat terdengar suatu kabar di mana mereka berbalik arah, berbalik labuh kepada sebuah kenyataan dan senyata-nyatanya yaitu Islam, kita akan serempak menyambut dengan suka cita, dengan tangis haru, dengan takjub rasa syukur, dengan ucapan ‘Selamat datang saudaraku’, dengan penuh keyakinan dalam bahwa ‘marilah kita berpegang tangan mencari ridha Tuhan yang sesungguhnya’. Dan bila kita melihat mereka para kafir yang menghujad, yang mencemari, yang melecehkan, maka dengan setitik keimanan, secercah kadar iman yang pada di hati kita, kita akan berontak tidak menerimanya. Dan kita dengan jelas dalam bayangan adalah kecelakaan bagi mereka yang tidak mengenal Tuhannya.
Saat kita melihat mereka yang mengusai kenikmatan dunia dalam istidraj, mereka yang berkelana di dunia ini bagai seorang raja sedang mereka tidak menemukan Tuhannya,  maka  kita  akan  berucap  bahwa  sungguh  merugilah  mereka  yang  hanya mendapatkan surga duniawinya saja.
Saat kita melihat ketenaran yang tidak kita dapatkan, di mana mereka duduk dalam level tertinggi dalam kesuksesan yang semua orang megenalnya, tapi dalam sisi lain akan terbayang oleh kita bagaimana kelak atas mereka yang tidak mengenal Tuhannya, sedangkan yang mereka dapatkan adalah pemberian dari Tuhannya yang berupa istidraj. Lalu mereka mengiming-imingkan kesuksesan itu kepada kita supaya kita mempelajarinya, ‘bagaimana langkah  sukses,  bagaimana indahnya  sukses,  bagaimana menjadi  seorang  raja,  bagaimana  menjadi  seorang  bintang’,  dan  bermacam-macam tawaran yang menjanjikan yang membuat kita berfikir untuk menginvestasikan anak cucu kita pada seperti yang mereka sarankan. Dan apakah setiap kesuksesan dari mereka yang tidak mengenal Tuhannya akan menjadi suatu kebaikan dari ridha Tuhan, sedangkan mereka dalam kesuksesannya adalah istidraj? Dan apakah tidak keliru dan bertentangan dengan perintah yang di ajarkan oleh Tuhan agar kita menginvestasikan diri kita dan keluarga kita untuk akhirat.
‘Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka’?
Maka dari itu suatu pembelajaran yang harus kita syukuri dari sebuah nikmat yang telah tertuju dan terpilih atas kita sebagai pemberian dari Allah, dimana Allah telah menunjuk kita dengan kehendak-Nya, dengan rahmat-Nya, dengan kasih sayang-Nya kepada kita atas pemberiannya yang Dia siapkan sejak zaman terdahulu (Azali).
Kita terpilih dari sekian banyak yang tereleminasi, kita terpilih dari sekian banyak talenta, kita terpilih dari sekian banyaknya mereka yang tidak terpilih. Lalu apa Award itu yang telah di tujukan pada kita, apa pemberian itu yang sungguh jelas buat kita? Maka tidak lain adalah iman yang tertera pada kita, dengan keimanan yang benar dalam mencari Tuhannya, dengan keimanan yang benar dalam menunjuk Rasul-Nya, dengan iman yang benar membaca kitab-Nya, dengan iman yang benar mengenal dan melangkah bersama petunujuk-Nya, yang mana mereka semua tersesat selain yang Allah beri petunjuk atas mereka.
Disaat mereka berjuang mencari kebenaran, maka kalian terlahir dari seorang ibu yang telah membenarkan. Disaat mereka tersesat mencari tempat berpegang, maka kalian terlahir dengan selalu ayah dan ibu yang menuntun kearah ajaran iman, dan disaat mereka memegang ranting yang rapuh, maka disini kalian di lahirkan dalam sebuah dahan yang kokoh yang akarnya sampai pada Ilahi sang pemilik Alam semesta, Raja di Raja, dan yang Maha suci tanpa harus pensucian.
Dan berfirman; ‘Bersyukurlah kamu kepada-Ku dan kepada kedua orang tuamu.’
Maka dari itu renungkanlah pemberian itu, renungkanlah kedudukan itu, renungkanlah sebelum kehilangan itu, bahwa bukanlah sebuah jarum yang hilang di tengah hutan, iman tidak dapat di ukur dalam ibarat, karena sekali itu hilang maka celaka dan tak mudah mendapatkannya kembali. Peliharalah, jagalah dan renungkanlah bahwa kita benar-benar terpilih dalam memiliki keimanan yang Haq.
Dan berkata seorang ulama kepada santrinya, ‘Wahai anak ku, jika kau di tanya tentang imanmu, maka jawablah, ‘insyaallah sekarang aku beriman’, karena iman yang ada padamu adalah pemberian yang Allah kuasa untuk mengambil-Nya darimu, maka berdoalah, dekatkan dirimu kepada-Nya, jauhilah perbuatan maksiat, sucikan hatimu sebelum kau menyesal karena imanmu telah di ambil kembali dari dirimu (kufur)!’”

Belum ada Komentar

Posting Komentar