Hak
Seluruh
rakyat telah dirantaikan pada pekerjaan berat (perangkap) dengan
kemiskinan yang lebih kuat dari pada yang pernah terjadi pada zaman
perbudakan dan feudal. Betapa buruh proletar, yang berganda-ganda
menundukkan kepalanya kepada pekerjaan yang berat, digencet oleh nasib
hidupnya.
Jika
tukang-tukang bicara ngoceh tentang hak-hak azasi, jika jurnalis
menulis tentang hak azasi, itu adalah sesuatu kebohongan yang
dicampur-baur dengan bahan-bahan yang baik.
Sayangnya,
yang disebut “Hak-hak” itu telah terumuskan di dalam konstitusi Negara
ini. Padahal hak-hak semacam itu (yang bagi massa muncul secara fiktif)
bukanlah hak-hak yang actual (nyata). Istilah “Hak” adalah suatu pikiran
yang abstrak dan tak berbukti. Semuanya itu hanya ada dalam ide (cita-cita), suatu ide yang tak pernah dapat direalisir dalam kehidupan praktis.
“Hak-hak
Republiken” bagi orang miskin tidak lebih dari suatu ironi kepahitan
hidup, untuk nafkah hidup ia harus membanting tulang sepanjang hari,
hak-hak asasi itu tak pernah memberikan hadiah kepada mereka dalam
penggunan apa pun, tapi sebaliknya merampoknya dengan menjaminannya
menjadi pekerja tetap dan pendapatan tertentu yang bergantung pada
pemogokan oleh serikat buruh atau pemecatan oleh majikannya.
Itu
membuat rakyat tak mempunyai keuntungan lain, karena yang diberikan
konstitusi hanya remah-remah. Mereka terpaksa mengharap rasa kasihan
yang dilemparkan kepada mereka dari meja penguasa sebagai balasan akan
suara yang di berikannya kepada calon yang telah penguasa tetapkan,
kepada orang favorit yang penguasa tempatkan dalam kekuasaan, yaitu
budak-budak agen mereka.
Rakyat
di bawah pimpinannya (penguasa) tanpa sadar telah menghancurkan
aristokrasi, kepunyaannya sendiri dan merupkan pertahanan dan pengasuh
bagi keuntungan dan keselamatannya sendiri, yang mengikat persatuan
rakyat dalam kehidupan yang baik. Sekarang, sesudah kehancuran
aristokrasi itu, rakyat telah jatuh ke dalam kekuasaan uang yang
menyakitkan tanpa ampun yang telah membelenggu leher para pekerja yang
menindas penuh kejam dan tanpa rasa kasihan. Mungkin dari hal ini satu
dan lain cara mungkin mereka dapat membebaskan diri, dapat disetujui,
namun dari kebutuhan mereka tak akan pernah dapat membebaskan diri.
Kita
muncul di atas panggung sandiwara pada adegan sebagai juru selamat yang
dikemukakan sebagai alasan dari penindasan (penghisapan) ini dan kita
menganjurkan kepadanya untuk memasuki barisan angkatan perjuangan yang
kita punya dan pula kita mesti selalu memberikan support kepadanya.
Janganlah
seperti mereka yang berkepentingan yaitu berkurangnya (terbunuhnya)
rakyat. Kekuatan mereka terletak dalam kekurangan secara kronis akan
makanan dan kelemahan fisik para karyawan, sebab dengan demikian ini
berarti rakyat dapat dijadikan budak menurut kemauan mereka, dan rakyat
tidak akan memperoleh di dalam otoritasnya sendiri kekuatan atau tenaga
untuk melawan kemauan mereka.
Kelaparan itu
menciptakan hak capital (modal) mereka untuk memerintah para karyawan
lebih terjamin dari pada kapital itu diberikan kepada aristokrasi
menurut otoritas para raja yang lega (resmi). Dengan mengeksploitir kebutuhan
dan kedengkian dan kebencian yang mana hal itu menimbulkan mereka
mampu mengerahkan rakyat dan dengan menggunakan tangannya, mereka akan
menyapu bersih seluruh orang-orang / kekuatan-kekuatan yang merintangi
jalan mereka.
Kita
justru berkepentingan sebaliknya, yaitu kita membuat undang-undang
perburuhan yang diperlukan untuk perlindungan agar kaum buruh
terpelihara cukup baik makanan, kesehatan dan kekuatannya. Karena jika
kita seperti mereka, ibaratnya kita seperti memelihara seratus ekor
domba. Memang mudah memerintah mereka, namun akan lebih baik jika kita
mempunyai seratus ekor singa bukan? Lebih baik mana seratus ekor domba
yang patuh namun tak berguna dengan seratus ekor singa? Itulah mengapa
kita berkepentingan justru sebaliknya. Kerena kta bisa melihat
kontradiksi dari hal itu. (Sebuah pelajaran; Kita harus mampu berpikiran
jauh kedepan bukannya berpikiran pendek dengan jalan yang sudah basi
dengan keuntungan seadanya).
Untuk
menyempurnakannya, kita hentikan bantuan spekulasi terhadap
barang-barang mewah/ kehidupan yang mewah dan permintaan yang tamak akan
barang-barang mewah yang menelan apa saja yang telah mereka kembangkan
di antara rakyat yang meruntuhkan industry rakyat.
Kita
akan menaikkan upah kaum buruh/ karyawan tanpa menaikkan kenaikkan
harga barang-barang kebutuhan pokok. Kita tahu dulu bahwa saat
pemerintah menaikkan harga barang-barang kebutuhan pokok (misalnya; BBM,
sembako, pupuk, dll) adalah dengan alasan bahwa kenaikkan-kenaikkan
harga itu akibat menurunnya hasil produksi pertanian, peternakan.
Padahal dengan sumber daya alam Negeri ini begitu besar dan lebih dari
cukup untuk mencukupi seluruh masyarakat ini, tak mungkin ada penurunan
hasil produksi pertanian dan peternakan. Apalagi Negeri ini masih
berstatus Negeri Agraris yang mengandalkan pertanian sebagai mata
pencaharian hidup sebagian besar masyarakat. Itu hanyalah alasan yang
dibuat-buat saja dengan penuh kecerdikan dan kelicikan agar mereka dapat
merongrong sumber-sumber produksi.
Mengapa?
Karena dengan cara itu mereka dapat membiasakan para buruh bertindak
anarkis dan menjadi pemabuk dan berdampingan dengan segera, sesudah itu
mengambil semua ukuran-ukuran (measures) untuk membasmi seluruh kekuatan
kaum terpelajar rakyat dari muka bumi.
Belum ada Komentar
Posting Komentar