Pendahuluan
Betapa aku telah berada dalam kondisi yang sangat buruk, mengalami kekosongan jiwa dalam hatiku yang haus akan kebenaran, lalu aku pun berusaha membungkam mulutku dengan jawaban-jawaban dari dalam diriku sendiri. Disaat kebingungan, aku memutuskan untuk menikmati kehidupan dan berbuat sesukaku. Aku terus hidup seperti itu. Akan tetapi, karena keinginanku untuk mengetahui kebenaran, aku terus menderita kekosongan jiwa.
Aku sangat ketakutan dan aku tak tahu apa yang harus aku lakukan. Aku berusaha mencari kebenaran, dan dalam waktu bersamaan aku takut dengan kematian. Pikiranku mengembang kemana-mana untuk mencari siapapun yang bisa memberikanku jawaban. Dan aku pun tak bisa menemukan orang-orang yang bisa memberi manfaat kepadaku. Ini menyulitkan, akibatnya aku kehilangan rasa kehidupan.
Inilah masa remajaku. Aku hilang dalam kegelapan, keheningan, dan kelengkapan. Terlebih, aku sudah sendiri dalam banyak arah, entah sejak kapan. Aku bingung dan tak tahu harus bagaimana. Aku jatuh dan takut, takut dengan dirinku sendiri, takut dengan orang-orang diluar sana.
Aku tak bisa menemukan orang yang bisa menyembuhkanku, sampai akhirnya ada sesuatu yang lebih tinggi dari semua itu, lebih dalam dari kegelisahan, dan lebih aneh dari keberadaan makhluk melata di luar angkasa. Aku bertemu dengan C.I.N.T.A, yang menyembuhkan dan membawaku pada kebenaran. Sekarang aku tahu sesuatu yang tak pernah kuketahui, “sesuatu yang lebih aneh dan lebih manis dari sekedar kasih sayang seorang saudara”.
Aku merasakan kehidupan yang asing, serta perasaan bahagia yang memenuhiku seakan-akan aku telah sembuh dari sakit. Sasaat seteah itu dunia menjadi terbalik diwajahku. Dan aku pun terus menangis karena merasa bahagia.
Aku telah hidup dalam manisnya kehidupan. Aku telah mengetahui nilainya. Betapa aku sangat menyalahkan kaum muslimin karena mereka belum pernah memberitahuku sesuatu pun tentang Islam. Mereka juga tidak memberi ruang untuk hal-hal yang tidak terlihat oleh mata. Islam cuma sekadar tradisi saja bahwa nenek-nenek mereka dulu mewariskan kebudayaannya itu kepada keturunannya.
Mereka meninggalkanku menjadi korban media massa yang memusuhinya. Lalu tertanamlah dalam benakku gambaran buruk tentang islam, dan hampir-hampir aku tak mengetahui sesuatu apapun tentangnya.
Mengapa kalian egois terhadap kecintaan kalian pada Islam? Mengapa kalian tak mau memberitahukanku sesuatu tentangnya? Apakah itu malu atau karena kebodohan? Ataukah kemalasan atau kegagalan kalian dalam menyampaikan kebenaran?
‘Wahai kaum muslimin, sampaikanlah tentangnya. Wahai kalian yang dilahirkan dalam keadaan muslim, sampaikanlah tentangnya. Dia adalah amanah dipundak-pundak kalian pada hari kiamat. Mereka akan bergantung dileher-leher kalian. Dan kalian tidak akan memiliki alasan apapun setelah itu diatas Allah Swt’.
Tetapi seolah Tuhan telah mencantumkan segalanya. Ketika aku melihat, semuanya berubah. Semua terjadi tiba-tiba, seolah semua menghilang. Aku jadi ingin tahu, manusia seperti apakah aku ini? Hingga tanda cintaku seperti tiada gunanya. Terasa pedih dan pilu. Aku kecewa dan aku membenci kalian. Dan kebencianku laksana banjir bah, yang menyapu bersih semua ranting kering, dan rumah-rumah rapuh, sampai rubuh. Karena aku adalah seekor singa dari ribuan singa. Dan selama ini tak ada diantara kalian yang memberiku penghargaan hingga aku merasa puas. Aku akan mengambilnya sendiri, karena dalam diriku menyembur api yang sangat panas, dan panasnya senantiasa membuatku tak puas atas segenap yang ada pada diriku.
Aku ingin memperlihatkan kalian pada kemarahanku. Dan aku tak peduli sekalipun harus melakukan dengan caraku. Aku ingin mengamuk membunuh waktu. Karena tubuhku adalah sebuah kecerdasan besar, suatu kemajemukan dengan satu makna, ada perang ada kedamaian, ada kawanan domba, pengembala, dan singa.
Demi tujuan tertentu,
hati yang mencari kekuatan,
aku ingin jadi orang yang seperti itu.
Seperti dewa, aku ingin mengakhiri semuanya.
Jika terus berlanjut,
aku bahkan ingin menjadi penguasa dunia ini.
Belum ada Komentar
Posting Komentar