Kerasukan Setan
“Cinta membunuh nafsuku agar kalian bisa hidup bebas dan luhur budi. Cinta yang terbatas hanya ingin memiliki yang dicintai. Tapi cinta yang tak terbatas menginginkan cinta itu sendiri. Cintaku dilahirkan dalam pangkuan cakrawala, dan bersama segala rahasia malam. Dan cintaku tak pernah puas dengan apapun selain keabadian dan kelestarian. Karena cintaku tak berdiri dengan kehormatan pada apapun kecuali pada Tuhan.” Khalil Jibran
Tetapi seolah Tuhan telah mencantumkan segalanya. Ketika aku melihat, semuanya berubah. Semua terjadi tiba-tiba, seolah semua menghilang. Aku jadi ingin tahu, manusia seperti apakah aku ini? Hingga tanda cintaku seperti tiada gunanya. Terasa pedih dan pilu. Aku kecewa dan aku membenci kalian. Dan kebencianku laksana banjir bah, yang menyapu bersih semua ranting kering, dan rumah-rumah rapuh, sampai rubuh. Karena aku adalah seekor singa dari ribuan singa. Dan selama ini tak ada diantara kalian yang memberiku penghargaan hingga aku merasa puas. Aku akan mengambilnya sendiri, karena dalam diriku menyembur api yang sangat panas, dan panasnya senantiasa membuatku tak puas atas segenap yang ada pada diriku.
“Sekali aku jadi serigala, sulit bagiku untuk menjadi korban bernama kambing. Aku hanya berbicara pada sesama.”
Saat tahu kenyataanyanya, aku menantikan sorot mata yang penuh penyesalan pada diri kalian. Pasti menyenangkan bila aku bisa melihat sorot mata yang mengenal rasa kesepian seperti itu. Lalu itu adalah sorot mata yang seolah telah mengenal derita paling dalam di dunia ini.
Memang, aku sudah dikuasai amarah. Menyuruhku agar aku mengikuti langkah-langkah kalian, hanyalah kata-kata manis. Itu hanya omong kosong bagi kalian yang tak mengerti kebencian. Karena rasaku ini sudah melintasi batas kesunyian.
Aku berhasrat, karena aku ingin lebih. Namun, api itulah ganjalan yang senantiasa mengusikku, aku ingin memadamkannya dan menyatakan kepada dunia betapa istimewanya diriku.
“Aku ingin mengajari kalian untuk takut pada kemarahanku. Tak perlu kalian memahaminya, ini adalah takdir.”
Aku marah pada bumi dan kehidupaan. Adzab, itulah yang paling aku harapkan, itulah keseluruhan gairahku. Terhapuskan dan tak bernama yang menjadi obat kesakitanku, dan kegembiraan ada bila itu mewujud. Inilah yang membuatku akan merasa puas, dan lewat seperti inilah aku mengharapkan kebaikan itu.
Dan bahkan aku ingin dilahirkan dari golongan pembalas dendam, hingga keinginanku mewujud dan akhirnya seluruh nafsuku menjadi kebajikan dan semua setanku berubah menjadi malaikat.
Apa menurut kalian apa yang aku inginkan ini adalah amoral? Tidak! Kadang kejahatan itu perlu, rasa cemburu, tidak percaya dan saling berkhiyanat itu penting untuk dilakukan. Agar semua mengalir dari mulanya kemarahan, benci dan akhirnya menjadi cinta.
Sebenarnya siapakah aku? Aku adalah sekumpulan penyakit yang ingin mencari mangsa karena takut kemampuanku, pikiranku, tubuhku, dan hatiku akan lumpuh, mati dan membusuk bila aku tidak menggunakannya dalam begitu banyak kebencian.
Aku mempunyai kemampuan yang tak terkira. Tapi selama ini aku baru menggunakannya sebagian saja; otot-ototku ingin kurenggangkan. Aku ingin meningkatkan ratusan kali lipat kebencian yang aku pendam. Aku ingin membalas kepada kawanan domba. Aku ingin mencabik dagingnya satu persatu. Aku ingin segera menemukan sesuatu yang lezat agar kebencian dan monster-monster yang ada dalam tubuhku menjadi anak-anak surgawi.
“Rasaku tidak akan sembuh hanya dengan berdamai dengan kalian. Karena pikiranku dan perbuatan kalian adalah dua hal yang berbeda.”
Sungguh aku merasa belum mendapat kepuasan meski hanya sedikit, dan harga diriku belum mendapat pengakuan yang layak. Aku merasa berhak mendapatkan hal yang lebih dari apa yang sudah orang lain lakukan padaku.
“Sebenarnya apa perasaan yang membara ini? Entah kenapa, dengan melihat keburukan ini, aku ingin menghancurkannya walau harus mati. Karena buat apa perasaan ini dikirimkan kedunia ini bersamaan dengan kelahiranku? Mengapa tidak aku gunakan mukjizat itu untuk mencipta keajaiban kesenangan atau sebagai pembalasan dendam?
‘I can’t believe that God put us on this world to be ordinary.’
Sekarang aku mengerti. Rasa sakit ini, bisa mengalahkan orang yang bisa melukaiku. Dan menghancurkan semua miliknya membuatku merasakan hidup yang lebih kuat lagi.”
Aku tak peduli sekalipun harus melakukan dengan caraku. Aku ingin mengamuk membunuh waktu. Karena tubuhku adalah sebuah kecerdasan besar, suatu kemajemukan dengan satu makna, ada perang ada kedamaian, ada kawanan domba, pengembala, dan singa.
“Demi tujuan tertentu, hati yang mencari kekuatan, sejahat apapun itu, aku ingin jadi orang yang seperti itu. Seperti dewa, aku ingin mengakhiri semuanya. Jika terus berlanjut, aku bahkan ingin menjadi penguasa dunia ini. Inilah keputusanku. Dan zaman boleh berubah, tapi keputusanku tidak bisa berubah.”
Karena dipikir seperti apa pun, satu-satunya tujuanku hanya ada dalam kegelapan. Mataku yang menginginkan kekuatan. Mataku yang penuh dengan kekecewaan. Mataku yang haus untuk melihat adzab pada siapa saja yang telah menyeretku masuk kedalam neraka kesepian tempat dimana aku bermukim.
Hingga nanti jika Firaun dan Setan Besar menuding dan memandangku, ini merupakan kehormatan bagiku. "Alhamdulillah yang telah membutakan kedua mata setan-setan kafir itu. Puji atas-Nya yang telah membutakan mata hati mereka!”
Jangan anggap remeh, aku tak ingin lari. Aku telah lelah mendengarkan dan mencari, membandingkan, menaklukkan dan akhirnya aku ingin kehancuran dan adzab. Inilah pikiran dibalik tubuhku. Ingin aku melakukannya walau akan gagal. Niatku tak akan berubah. Aku sama sekali tak takut. Karena aku ingin menuntaskan semua. Dan aku sebagai seorang lelaki tak akan menelan ludahku kembali.
Ada artinya segala tingkah laku liar yang ada padaku. ‘Kalau kalian tak memiliki pikiran manusia, bersiaplah. Kalau kalian tak memiliki tubuh manusia, larilah dipadang rumput dan dapatkan keuntungan dengan bersembunyi disana.’
Itu merupakan sasaran bagi tujuanku. Dikarenakan aku yang selalu merasakan kepengecutan moral dan aku yang tak mau menjadi bagian dari orang-orang yang merusak perkembangan moral. Bukan kesalahan bila aku menaruh perhatian pada keinginanku sendiri, karena aku lah yang menjadi pewaris dari tindakanku sendiri.
“Bukankah aku adalah keberadaan yang sempurna, pikiranku diwarnai dengan kegelapan?”
Karena aku ingin melindungi sesuatu yang berharga bagiku, bekerja untuk-Nya, dan berjuang untuk-Nya. Aku ingin mewujudkan keinginanku itu, meski aku harus berjalan dijalan kebatilan dan dikutuki sepanjang masa. Walau dunia akan mengutukku sebagai seorang pelaku makar, atau seorang bandit, aku akan telan resiko itu. Aku hanya ingin melindungi sesuatu yang paling berharga dalam diriku. Itulah keinginanku.
Demi hal itu aku rela menjadi diriku yang menuruti perintah bisikan setan, dan mengharapkan kehancuran pada semua orang. Aku tak ingin mengenal nurani dan meski harus membuang jiwaku. Karena aku sadar, syariat tak akan pernah terlahir kembali dari tempat yang penuh dengan kedamaian. Kalaupun nanti aku bisa dihentikan, tapi aku tak akan pernah membuat kalian menang terhadapku.
“Dan jika ada yang keberatan dengan caraku, bagaimana kalau semua orang yang kalian sayangi terbunuh. Mungkin setelah itu kalian akan mengerti sedikit tentang kebencianku.”
Mengapa aku mau memperjuangkan dan mempertaruhkan keinginanku? Karena aku mati sendirian dan menghilang. Juga masa lalu juga kehidupan saat ini, lalu bersama juga masa depan. Kematian penuh penderitaan. Dan datangnya sangat tiba tiba sampai terasa mengejutkan dan mudah. Aku hanya ingin berada diantara mereka yang mati dalam keinginan yang mereka kejar. Karena bagi siapapun juga, ada sesuatu yang berharga dan sama nilainya dengan itu.
Aku tak ingin melakukan banyak kesalahan seperti kebanyakan orang dengan berbelas kasihan kepada pembangkang Tuhan, atau membiarkan mereka pergi berbekal nyawa. Tahukah, membuat diri orang mengalami penderitaan, itu berguna. Mencoba menghancurkan, itu manarik juga.
***
Kalian semua tertawa karena pengorbanan pahlawan yang telah mati. Berbicara seakan tidak tahu betapa pedihnya yang telah mati melakukannya. Aku mendengar semua ketawa dan cemohan ejekan kalian. Tapi aku ingin mengubah semua itu dengan kesedihan. “Aku telah tiba, ini belum apa apa dibanding rasa sakit yang ingin aku berikan pada dunia. Wa la sa uhaajim min uqri baitii (dan tidak akan ku perangi dari dalam rumahku).”
Bagiku dengan mengikuti bisikan setan dan berniat menghancurkannya, maka akan didapatkan keseimbangan. Selama ini semua ulama menyeru amar ma’ruf nahi mungkar. Tapi apa nahi munkarnya sudah benar-benar di lakukan? Jika ulama-ulama sudah mengajak ummat untuk bersikap jujur, maka pada saat bersamaan aku ingin menghancurkan yang tidak jujur. Jika ulama-ulama sudah mengajak ummat menggunakan timbangan yang betul, maka pada saat bersamaan aku juga ingin membasmi yang mencurangi timbangan dan takaran.
“Nabi Muhammad diutus ke dunia ini sudah membawa kabar gembira dan peringatan. Kata amar ma’ruf (mengajak ke arah yang baik) selalu berdampingan dengan nahi munkar (mencegah kemungkaran). Jumlah kata Surga sama banyak dengan kata Neraka, arus listrik yang mengalir di kabel positif dan di kabel negatif selalu sama banyak. Tanpa kabel negative, listrik tidak menyala. Jadi negatif itu perlu yaitu bertindak merugikan orang jahat. Bukankah percuma kita bantu orang miskin sementara orang yang menyebabkan kemiskinan tidak dibasmi? Dokter saja akan menghilangkan penyebab suatu penyakit, tidak sekedar mengobati penyakitnya.”
Kalian terlalu baik dengan mengharapakan perdamaian dan menghindari pertikaian dengan membuang senjata. Tak pernah menentang pendapat orang lain dan melihat isi hati diri sendiri. Lalu tak percaya diri sendiri. Selalu merasa rendah diri. Dan berpikir untuk tetap seperti ini juga tak apa apa.
“Apa kalian tak mengerti jika tak ada lagi kedamaian selagi kita hidup di dunia yang terkutuk ini. Jika ada yang dinamakan kedamaian, aku pasti sudah mencarinya dari dulu. Menyerahlah! Kedamaian kalian hanya menghasilkan kekejaman pada manusia.”
“Bukankah orang hanya bisa duduk dengan tenang bila ia memiliki panah dan busur? Kalau tidak ia hanya akan membual dan bertengkar seperti yang kalian lakukan. Padahal dengan perang akan menghasilkan banyak hal besar daripada kedermawanan. Bukan belas kasih seperti yang kalian mainkan.”
Karena keunikan bagiku ada dalam medan perang, sebagai tempat yang membuat ku jadi tenang.
Untuk apa Tuhan sengaja membiarkan aku hidup sendirian? Tuhan membiarkan aku hidup sebagai kesendirian agar aku terhindar dari kesalahan. Mungkin Dia memilihku sebagai pembalas dan seorang penghukum.
Mengapa?
Kadang aku berpikir daripada mencapai keinginan dengan kekuatanku yang sudah melalui penderitaan, aku ingin membimbing dunia dengan penderitaan.
Janganlah berpikir aku berkeinginan seperti ini agar ada mau melihat dan tersenyum padaku dan memelukku agar aku tinggal di sini seterusnya dan membatalkan keinginanku. Bukan, bukan seperti itu!. Aku sudah siap untuk kemungkinan terburuk. Karena bahwasanya aku bukanlah pencari kehormatan, tapi aku pemberi pelayanan public.
Karena selama ini orang-orang itu terus menantangku. Aku ingin menghadapinya dengan serius.
“Jika aku tak kerahkan amarahku, aku tak akan berpengaruh apa-apa. Ketika aku kerahkan amarahku di pukulanku ini, jadi sangat kuat.”
Aku sudah terlalu lama mengambangkan masalah ini karena aku terlalu toleran. Tapi sekarang aku tak ingin melewatkan kalian semua dalam masa yang mudah dan terus-terusan dimanja dengan kemudahan itu.
Aku ingin menunjukkan sikap perlawananku. Aku siap menanggung resiko mendapat sebutan yang tidak mengenakkan. Dan aku tak ingin meringankan beban kalian hingga terasa bebas, aku akan memberikan kalian beban lebih berat lagi.”
Sejak semula, aku telah berharap bahwa insiden-insiden yang telah terjadi akan membawa kepada hal ini. Aku tahu manusia memiliki kemampuan yang terbatas untuk bertoleransi terhadap rasa malu dan kehinaan, kecuali mereka yang memang genius dan boleh mentoleransi kehinaan hingga pada tingkat yang tak terbatas.
“Tapi haruskan aku hanya duduk disini menunggu mereka kembali? Bukankah domba tak akan kembali ke kandang bila tak dipaksa. Demi menyelamatkan agamaku, tak peduli seperti apa jadinya aku, aku sangat ingin melakukannya.”
Sebelum aku menuntaskan semuanya, pengetahuanku masih belum bisa tersenyum dan membuang kecemburuan; kebencianku yang memancar masih belum bisa menjadi tenang dalam keindahan. “Dengan menghancurkan semua itu, semua rantai kemunafikan akan terputus dan nama Tuhan akan bersih kembali.”
“Ketahuilah, bahwasanya aku bukanlah selalu untuk mematikan, tapi menghidupkan. Itulah caraku menghidupkan kembali agamaku.”
“Ayo lepaskanlah, kekuatan itu indah!”
****
“WAHAI manusia yang telah membunuh agama, ada kabar tentang azab dan siksa. Kalian telah pisahkan kepalaku dari jasadku, sungguh terkutuk kalian oleh lisan putra Daud, Musa, dan pembawa Injil, maupun Qur’an. Seluruh penduduk langit, para nabi, utusan, dan mereka yang terbunuh yang memperjuangkan Islam, mendoakan keburukan menimpa kalian. Semoga Allah memisahkan daging dari tulang kalian, dan semoga Allah menyiksa kalian.”
Bagiku melihat sesuatu yang bergerak itu menyenangkan. Kalau berhenti jadi membosankan. Tak ada artinya melihat kincir angin yang tidak berputar. Tapi terkadang ada juga saat menyenangkan waktu dia berhenti karena menantikannya berputar. Yang penting, saat ini aku ingin memutar kincir itu dengan angin bernama, “pembalasan ”. Lalu kutukan itu akan lenyap.
Meski aku tahu akan butuh waktu yang lama untuk ini. Tapi aku sudah siap untuk memperlajari bagaimana selanjutnya. Dan tak peduli meski aku harus dihempas angin sekalipun, aku tak ingin menyerah. Mungkin caraku salah, tapi aku hanya ingin kalian semua kembali menyadari keberadaan Tuhan.
‘Ini sama seperti hujan turun dari tanah. Ini bukanlah hal yang tak mungkin.’
“Penyadaran dan penghancuran menanti, itulah yang kuinginkan menjadi takdirnya. Meski harus melakukan apapun, ingin aku tunjukkan perbedaan antara kalian dan aku. Bersiaplah untuk apa yang akan kalian lihat. Saat aku berubah menjadi bentuk asliku, Iblislah yang akan kalian temui.”
‘Bukankah dimana daun menari, disitu api akan menyala, dan bayangan api akan menerangi sekitarnya, lalu daun baru akan tumbuh?’ Dan itu adalah rasa sakit saat orang lain merasakan pembalasan yang ingin aku resapkan dalam tubuhku. Rasa sakit akan berlalu dan berubah kenikmatan. Hingga orang diluar sana menunjukkan rasa kagumnya, dan atau menunjukkan rasa putus asa mereka. Menangis.
“Bukankah ini sangat menyenangkan untuk menyaksikannya disaat yang tepat?”
Bila tidak ada sedikit jalan khusus, tidak akan ada jalan untuk merubah. Mengapa? Adakah yang bertanya? Kejadian-kejadian yang selalu terjadi tanpa peringatan. Itu hanya kenyataan dan jawabannya menjadi jelas. Bila jawabannya tak akan mengubah apapun. Dan aku ingin menyisakan kesenangan untuk dinikmati nanti.
Maaf untuk melakukan ini pada orang orang hebat. Tapi aku ingin membuat kalian sedikit malu. “Tenanglah dan kemari, kematian kalian adalah jawaban yang akan membawa perdamaian!”
Semua ini untuk semua orang-orang islam yang tidak hormat pada Allah. “Akan datang hari di mana kalian akan dihukum.” Karena aku telah menuntut kalian semua harus diberi pelajaran. Kalian tak akan belajar kalau hanya kediaman yang berbicara. Kalian harus mendapatkan pelajaran paling tidak dengan sedikit kekerasan. “Adakah pelanggaran yang lebih kalau membiarkan kalian semakin memperoleh kekuatan dan memainkan kesewenang-wenangan menghancurkan kehidupan agama-Nya?”
Aku ingin mempertaruhkan nyawaku, dan tak ada penyesalan. Tidak masalah hidup atau mati. Untuk Tuhan, andai tubuh ‘kan hancur, walau aku harus kehilangan nyawaku, itu tak masalah. Karena tidaklah lebih baik ia berkeping-keping saja dijalan-Nya.
Mungkin aku akan tersenyum saat melakukannya. Bagiku mempertaruhkan nyawa sambil tersenyum itu, itu lah yang disebut sikap keren seperti orang tua.
“Aku harus mengganti waktu yang telah kusia-siakan sebelumnya. Aku tak ingin mati. Walau tercabik cabik dan tinggal kepala, aku ingin keluar dan menggigit leher kalian. Gigi saja sudah cukup, akan kugigit dan kucabik cabik. Aku tidak takut dengan kepercayaan kalian. Kepercayaan kita berbeda. Jika kalian ingin menghentikanku, kalian harus mematahkan tangan dan kakiku sampai aku tak bisa bergerak.”
Wahai kalian yang telah meninggalkan agama, aku akan perangi kalian semua. Dan aku akan bersikap tegas terhadap kalian, agar kalian merasakannya.
Belum ada Komentar
Posting Komentar