Moral


Moral adalah untuk keadilan dan peradilan, bukanlah pengejaran kepentingan pribadi. Dunia yang terbebas dari kutukan perbudakan manusia atas napsunya. Membuka jalan awal untuk menuju sesuatu yang lebih baik. Kita manfaatkan seluruh potensi yang ada. Dengan  mengorganisasinya, kita bangun kembali peradaban yang tersia-siakan. Karena moral ini (selain mengajarkan kebaikan) juga ada keuntungan yang besar (bisnis). Kita disini untuk mengajarkan kembali norma-norma yang hilang dan menciptakan lagi budaya moral. Tak perlu malu kalau kita meski berjalan-jalan keluar dengan busana yang pantas di pakai sebagai contoh kepada masyarakat yang telah lupa akan adabnya. Hingga kita akan dijadikan sebagai contoh yang benar-benar baik dan mempunyai akar dalam jiwa kita. Jelasnya, kita masih mempunyai rasa malu dan membawa budaya malu pada mereka.
Kita tak akan pernah puas hanya itu, kita akan jadikan itu juga sebagai obat dari wabah pembancian dan dekadensi moral yang lama tertanam kuat di masyarakat. Agar tumbuh suburnya kriminalitas, teror, penyelundupan, pengedaran narkotika, perkosaan, dan dekadensi moral khususnya siswa-siswa sekolah terhambat.
Sungguh sangat kita sayangkan siswa-siswa usia sekolah pun sekarang sudah salah tafsir tentang kebebasan individu. Akibatnya mereka terjerumus kedalam pergaulan bebas.
Materi pelajaran seks yang mereka terima dari kurikulum pendidikan adalah penyebab utama angka kebobrokan dan penyimpangan seksual di sekolah-sekolah (menengah dan atau perguruan tinggi). Program yang mereka terima mentah-mentah tersebut pengakibat angka dekadensi moral melonjak karena keinginan untuk lebih mendalami dan menerapkan perilaku hubungan suami istri. Mereka masih anak muda yang masih mencari jati diri, jika ini terus berlanjut, mereka akan memperoleh kebebasan melakukan aktivitas seksualnya (sehingga akan sulit kita temukan seorang gadis yang memahami hakikat hubungan seksual pranikah). Dan lagi yang lebih mengkhawatirkan adalah jika mereka sampai menganggap aborsi adalah hal wajar.
“Apa itu yang kalian (terutama para ibu) inginkan?”
Sekali-kali jangan!
Kita buat undang-undang melalui persaudaraan kita punya. Lebih jelasnya, kita buat sistem undang-undang pernikahan yang melarang wanita untuk berhubungan dengan selain suaminya (untuk menghancurkan anggapan masyarakat yang menganggap itu merupakan aturan yang mengikat, baik bagi suami maupun istri). Dengan dalih itulah, kita masyarakatkan undang-undang ini untuk mempertegas ikatan suami istri dan menghancurkan perceraian gratis.
Dalam akibat apapun, seorang suami yang mau menceraikan istrinya kita arahkan urusannya kepada dan dengan pengadilan. Sebaliknya, pengajuan nikah kita mudahkan melalui proses yang tak berbelit-belit. Prostitusi tak akan merajalela, bukan? Undang-undang tentang pemerataan kerja bagi wanita juga akan kita hapus. Hingga kita tak akan menemukan wanita-wanita yang menjadi sopir bus, sopir kereta api, bahkan kuli kasar atau tukang sapu di jalan-jalan. Dan para suami, secara hukum, kita wajibkan menafkahi istri dan anak-anaknya. Agar rumah tangga tak hancur dan anak-anak tak jadi korban.
“Selamatkan kehidupan rumah tangga disetiap bangsa dan bangun peran pendidikan di dalamnya!”
Kita praktikkan juga komoditi ini dalam mengkoordinasi penyimpangan perilaku seksual, agar sifat feminis pada diri laki-laki dan maskulin pada wanita menghilang. Maka akan banyak kita temukan lagi laki-laki yang berambut pendek dan bercelana panjang, serta wanita yang berambut panjang dan berdandan sesuai kodratnya. Dengan begitu perbedaan antara keduanya jelas, dan proses keturunan tak terhambat, bukan?
Kita koordinasi juga mayoritas grup-grup hiburan, sepert band; penyanyi; kelompok tari; baik tingkat lokal maupun internasional. Target-target kita diantaranya: menjaring promotor grup dan mengarahkannya agar tak membawa hal yang dapat merusak ideology dengan hiburannya; masyarakat tak melalaikan aktivitas politis, ekonomis, dan social; dan tak menanggalkan hakikat kemanusiaannya;  dll.
Yang terpenting adalah melemahkan dominasi sumber kemewahan dan hidup glamor yang mengeruk kekayaan orang lain. Dan, menguasai butik-butik pakaian, agar tak lagi menyedot kekayaan dan kesibukan kaum wanita.
Untuk itu pula, kita dirikan juga gedung-gedung untuk menggelar berbagai proyek seni; seperti nyanyian, atau kontes music, proyek-proyek olah raga seperti sepak bola, reli mobil, memanah, lari, dll. Selain itu, para pemimpin yang terpengaruh dan terkotak-kotak dalam berbagai partai dan saling bunuh; dalam keluarga, yang sang ayah asyik mengikuti acara televise; anak-anak bergerombol membentuk gang tertentu dan sang ibu sibuk dengan pertemuan-pertemuan; sang ayah yang menjagoi bintang lapangan dan sang ibu terkagum-kagum pada bintang film; kita katakan pada mereka bahwa kita tidak pernah menggandrungi sesuatu kecuali satu hal, yaitu berdirinya dunia impian, satu pemerintahan (dengan berbagai cara).
Kita akan lihat suatu saat nanti tak akan ada lagi terlalu disibukkan dengan berbagai jenis hiburan dan perjudian di berbagai tempat hiburan, kompleks-kompleks pelacuran .... Melalui media-media informasi, kita harus mengajak masyarakat untuk tak hanya berperan aktif dalam aktivitas seni dan olah raga, tapi juga dalam politik, ekoinomi dan mengingatkan mereka dari konflik yang terjadi antara mereka dengan musuhnya, yaitu hawa nafsu setan (dan manusia).

Belum ada Komentar

Posting Komentar