Hukum Mengungkapkan Cinta Kepada yang Bukan Mahrom
Sebelum membahas hukum mengungkapkan cinta, kita harus bahas dulu cinta itu apa. Pertama-tama yang harus kita ketahui adalah, cinta tidak ada hubungannya dengan syahwat. Syahwat bukan cinta. Ada orang melampiaskan syahwat tanpa adanya cinta. Seperti orang yang menjual diri untuk syahwat, biarpun bahasanya penjajak cinta. Tapi cinta bukan untuk di jajakan. Mereka bisa melampiaskan syahwat, biarpun tidak ada cinta. Bahkan cuma ketemu beberapa saat, kemudian pergi. Dalam konteks ini, syahwat terlaksana bukan.
Disaat cinta yang benar, dibarengi dengan penyaluran syahwat yang benar, ini adalah kesempurnaan dan keindahan dalam hubungan suami istri.
Cinta dan syahwat adalah dua karunia yang berbeda. Adapun yang dibangun dalam istilah cinta selama ini yang disebut dalam syariat adalah cinta karena Allah SWT. Dan tidak ada cinta yang sesungguhnya kecuali karena Allah SWT. Cinta kepada Allah SWT tidak akan berakhir, karena urusannya dengan Allah secara langsung. Kalau ada seseorang mencintai bukan karena Allah, itu pasti karena ada dzatnya, misal karena dia cantik, atau karena kekayaannya, pasti akan berakhir.
Saat kita mencintai seseorang, baiknya kita ungkapkan, dalam makna cinta karena Allah. Dengan catatan tidak mengarah pada penodaan terhadap cinta. Yaitu di tumpangi oleh syahwat.
Kapan kita ungkapkan cinta itu? Yaitu disaat tidak ada fitnah. Maka bebaskan dulu urusan syahwat itu. Karena syahwat itu adalah menuruti fitrah, babnya lain.
Orang itu tidak serta merta mencintai. Orang bisa cinta itu pertama-tama berangkat dari kekaguman. Disini tidak ada syahwat.
Jika seorang laki-laki, tiba-tiba terkagum dengan beberapa wanita, lambat laun semakin bertambah umur, dia punya hajat masa depan, hajat kebutuhan, dan ada fitrah, dia akan cenderung memilih 1 wanita. Nah, dalam kecenderungan inilah, harus ada kontrol. Pahamkan diri tentang masa depan;
1. Mungkinkah menikah dengan dia.
2. Mungkinkah abadi cinta ini sampai akhirat.
Jika kedua ini tidak ada, berarti ini dusta.
Sebelum kita menjatuhkan cinta, sebelum mengambil keputusan, berpikir dulu dengan akal. Kalau mencintai dia, harus melangkah kepernikahan. Kalau tidak, batal. Maka baru setelah itu mengambil keputusan. Setelah berpikir, mungkin akan menikah dengan dia, dia seorang lelaki sholeh, atau dia seorang wanita sholehah, dia perilakunya begini, kemudian masa depan dengan dia kebayang dunia dan akhiratnya,
Kemudian,
Kemudian,
Kemudian, bla bla bla …. sesuai dengan kriteria yang diajarkan Nabi, baru kemudian ambil keputusan. Barulah mencintai saat itu.
Jadi cinta tidak hanya bersangkut paut dengan hati, tapi ada juga sangkutnya dengan akal. Kalau cinta tidak di barengi dengan akal, maka itu cinta buta.
Urusan cinta itu sederhana, saat kita ingin mengungkapkan cinta, tapi mengarah pada urusan syahwat, segera hentikan.
Siapa tidak senang dicintai, biarpun dibohongi dalam cinta, dia senang. Sedangkan kaidah cinta bukan bagaimana kita di cintai, tapi bagaimana kita mencintai. Sehingga seorang istri jangan selalu mengharap suaminya mencintai dia, akan tetapi cukuplah jika anda mencintai. Itu istimewa. Begitu pun juga untuk suami.
Ada banyak orang menginginkan pasangannya mencintai dia, saya katakan, “itu nomor nanti”. Yang paling penting adalah bagaimana kita setiap hari tambah cinta. Sehingga dengan tambahnya cinta kita terhadap pasangan kita, tambah mudah pula kita untuk mengabdi. Adapun pasangan kita, serahkan saja pada Allah SWT. Karena tugas kita adalah mencintai karena Allah. Biarpun orang itu tidak mencintai kita.
Sebab,
Kalau kita mencintai, kita bisa merasa senang.
Kalau kita mencintai, kita bisa mudah mengabdi.
Kalau kita mencintai, kita menikmati.
Karena keindahan itu dari hati kita sendiri.
Nasib buruk adalah kalau kita mencintai dengan orang yang tidak mencintai kita. Pernah suatu ketika ada yang datang kepada Imam Syafi’I dan berkata, “gara-gara mencintai wanita aku tertimpa bencana”, Imam Syafi’i menjawab, “bukan, adalah keindahan mencintai wanita, akan tetapi ketahuilah, yang menjadi bencana adalah saat kita duduk dengan wanita yang tidak mencintai kita.”
Jadi urusan kita adalah urusan hati kita bagaimana kita mencintai.
Baik, terkait hukum mengungkapkan cinta adalah, pertama dilihat ada fitnah atau tidak. Karena ungkapan ini sangat pribadi. Sebab selama ini sudah dikaburkan oleh Iblis, oleh setan, dan pengikutnya, kalau sudah cinta pasti hubungannya dengan syahwat. Sehingga dengan alasan cinta, seorang anak gadis harus melayani pacarnya untuk berzina. “Bukankah cinta harus ada pengorbanan? Kalau tidak mau, berarti tidak cinta.” Inilah problem yang kita temukan di masyarakat, karena ustadznya sinetron, bukan Rasulullah SWA. Sehingga zina menjadi lazim.
Tidak!
Bukan seperti itu.
Karena cinta itu suci, dan syahwat itu lain hal lagi.
Mencintai bukan suatu keharaman, akan tetapi melakukan keharaman atas dasar cinta, itu yang tidak diperkenankan.
Bahkan sangat dusta, kalau cinta tapi menodai.
Kalau orang mencintai, akan menjaga dan menghargainya.
Sampai kapan? Sampai halal.
Jika saat mencintai, tapi dia menahan dirinya sampai mati, matinya mati syahid.
Kenapa? Sebab dia melawan hawa nafsunya.
Karena disaat cinta, setan mudah menunggangi untuk melakukan zina. Dan syahwat menunggangi untuk melakukan kehinaan.
Dia akan mencintai seperti tidak mencintai.
Seperti orang yang tidak paham cinta, padahal sangat mengerti cinta.
Orang yang melakukan zina dengan alasan cinta, adalah orang yang tidak memahami cinta. Orang yang tidak memahami cinta adalah orang yang sakit jiwa. Orang harus mengerti cinta, dan cinta itu indah. Bukan seperti penyair yang sakit-sakitan dengan cinta. Sampai ada jiwa-jiwa pemberontak, sayap-sayap patah. Ngapain patahin sayap gara-gara cinta, nggak perlu. Cinta adalah indah, dan dengan segala keindahannya. Kalau tidak indah, berarti salah mencintai orang.
Jadi bagaimana hukum mengungkapkannya?
Jangan di ungkapkan jika kamu belum siap untuk menghalalkannya.
Belum ada Komentar
Posting Komentar